
Bone/ Warta global. Id//. Sulawesi Selatan.
-- Kamis 13 Oktober 2025
Kaperwil sulsel menghubungi kepala sekolah SD Inpres 12/79 Matuju berbicara langsung bahwa pembangunan ada lima sudah dibongkar dan tidak menggunakan lagi semen merek merdeka dan besi yang telah digunakan dan kepala sekolah mengakuinya tukang pasang, karena nakira begitu, dan baru di tau ada besi kecil sudah terpasang untung konsultan datang dan melihat.
Dihubungi kembali kepala sekolah sudah tidak aktif dan memblokir nomornya kaperwil warta global sulsel. Patut dicurigai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk program revitalisasi Satuan Pendidikan tahun anggaran 2025.

Berdasarkan hasil pantauan dilapangan di SD Inpres 12/79 matuju
31 Oktober 2025 – Dugaan penyelewengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk Program Revitalisasi Satuan Pendidikan Tahun Anggaran 2025 mencuat di SD Inpres 12/79 Matuju, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Temuan lapangan yang dihimpun tim investigasi Sulsel mengindikasikan kuat adanya penyimpangan serius dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh, sekolah ini menerima kucuran dana APBN sebesar Rp 1.112.898.089. Namun, hasil penelusuran di lapangan menunjukkan adanya banyak kejanggalan antara realisasi pekerjaan dan dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB). Penggunaan material tidak sesuai spesifikasi teknis, kualitas pekerjaan rendah, dan diduga terjadi mark-up harga pada beberapa item pekerjaan.
Investigasi menemukan bahwa material bangunan yang digunakan jauh dari standar mutu. Semen merek Merdeka dan Tonasa digunakan menggantikan bahan yang telah direkomendasikan dalam dokumen teknis. Kayu yang digunakan pun tergolong kelas tiga, padahal dalam RAB tercantum kayu berkualitas tinggi. Beberapa pekerja di lokasi yang enggan disebut namanya mengaku hanya menjalankan instruksi dari pihak sekolah dan konsultan tanpa memahami isi dokumen teknis.
Saat dikonfirmasi pada 28 Oktober 2025, Kepala Sekolah SD Inpres 12/79 Matuju menolak memberikan penjelasan terbuka dan justru mengarahkan tim investigasi kepada anaknya, yang bukan pegawai sekolah dan tidak memiliki kapasitas hukum dalam proyek tersebut. Anak kepala sekolah tersebut mengaku sebagai alumni Fakultas Teknik Unhas dan menyatakan bahwa proyek ini bersifat swakelola. Namun, ketika diminta menunjukkan dokumen RAB asli, ia tidak mampu memperlihatkannya, menimbulkan pertanyaan besar soal transparansi dan legalitas proses pelaksanaan proyek.

Dari hasil pemeriksaan dokumen dan observasi lapangan, tim mendapati adanya indikasi penyalahgunaan kewenangan, manipulasi administrasi, serta dugaan penggelembungan anggaran (mark-up) yang melibatkan Kepala Sekolah(Dra Hj Haeria, Bendahara, dan Tim P2SP bernama,
1.Dra hj Haeriah
2.Drs h muh Arfah
3Jumahidah, S.Pd
4.Wafiah, S.Pd
5,LEYYENG
6.Supardi.

Kamis, 30 Oktober 2025, tim investigasi berhasil menghubungi Makmur untuk klarifikasi langsung. Dalam keterangannya, Makmur menegaskan bahwa Kepala Sekolah-lah yang menjadi penanggung jawab penuh atas proyek tersebut, bukan dirinya sebagai konsultan.
“Saya hanya memberi masukan teknis, bukan pengambil keputusan. Semua tanggung jawab ada pada Kepala Sekolah sebagai penanggung jawab penuh,” tegas Makmur saat dihubungi.
Senin 10 Oktober 2025 dikantor konsultan(Makmur) diwawancarai lansung ucapan ke kaperwil sulsel bahwa semen yang telah digunakan merek merdeka tidak menggunakan lagi. Dan tidak ada diucapkan bahwa dibongkar berbeda penyampaian kepala sekolah SD Inpres 12/79 matuju bahwa sudah dibongkar yang 5 bangunan.
Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa proyek revitalisasi SD Inpres 12/79 Matuju dijalankan tanpa kontrol profesional yang semestinya dan berpotensi sarat konflik kepentingan.
Jika dugaan ini benar, maka tindakan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, yang menjerat siapa pun yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara.
Ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal tersebut dapat berupa pidana penjara antara 4 hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Tim investigasi mendesak Inspektorat Kabupaten Bone, Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, BPK, dan Kejaksaan tinggi untuk segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan program revitalisasi ini. Selain itu, Kepala Sekolah(Dra Hj Haeria), Bendahara, Tim P2SP dan Bendahara P2SP diminta segera dipanggil dan diperiksa secara hukum agar persoalan ini tidak berlarut-larut.
Ketua Investigasi Khusus Lembaga Aspirasi Nusantara (LAN) Sulsel, H. Saleh Karaeng Situju, SH., menegaskan bahwa lembaganya tidak akan tinggal diam terhadap dugaan pengkhianatan terhadap amanah rakyat ini.
> “Dalam waktu dekat kami akan melayangkan laporan resmi kepada Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Kejaksaan tinggi, Polda Sulsel, KPK jakarta Selatan. Dana APBN adalah amanah rakyat. Jika diselewengkan, itu bukan hanya pelanggaran hukum, tapi pengkhianatan terhadap bangsa dan masa depan anak-anak Indonesia,” tegasnya.
Laporan investigasi ini disusun berdasarkan data resmi pemerintah, observasi lapangan, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Publik kini menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan dana pendidikan yang seharusnya digunakan untuk peningkatan mutu dan kesejahteraan peserta didik di Kabupaten Bone.
Hingga berita ini ditayangkan kepala sekolah SD Inpres 12/79 dan konsultan belum dapat ditemui konfirmasi selanjutnya.
Redaksi Sulsel
KALI DIBACA



No comments:
Post a Comment