
Bone / Warta global.id// Sulawesi Selatan — Tindakan yang mencoreng prinsip hukum dan demokrasi kembali mencuat di Kabupaten Bone. Oknum Kepala Desa Pakkasalo, Kecamatan Sibulue, Andi Akbar, diduga kuat melakukan serangan personal terhadap seorang wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistiknya. Sabtu,1/8/2025.

Informasi ini terungkap dari hasil wawancara tim investigasi Lembaga Analisis HAM Indonesia pada Jumat, 1 Agustus 2025. Wartawan tersebut tengah melayangkan permintaan klarifikasi terkait dugaan penyimpangan pengelolaan Dana Desa tahun anggaran 2020 hingga 2024. Namun, alih-alih bersikap kooperatif, sang kepala desa justru mengedarkan sebuah tautan berita yang menyesatkan dengan judul tendensius:

> "HSarkawi, Oknum Wartawan Jadi-jadian, Kadang Mengaku Dari Lembaga Kadang Dari PERS, Lakukan Pemerasan."
Setelah ditelusuri, berita tersebut telah dikonfirmasi sebagai hoaks oleh pihak yang sempat disebut dalam konten tersebut. Klarifikasi resmi telah dilayangkan dan menyebut bahwa tidak pernah terjadi pemerasan, pengakuan palsu, apalagi pelanggaran etika jurnalistik oleh wartawan dimaksud. Bahkan, lembaga yang disebutkan dalam berita tersebut menyatakan bahwa terjadi miskomunikasi, bukan pelanggaran.
Tindakan Kepala Desa Pakkasalo ini dinilai sebagai upaya pembunuhan karakter, serta bentuk nyata pengalihan isu dari substansi persoalan yang sedang dikonfirmasi: dugaan penyimpangan dana publik.
Kalangan jurnalis, aktivis HAM, hingga akademisi menyebut tindakan ini sebagai pelecehan terhadap profesi wartawan, sebagaimana diatur dalam:
Pasal 6 dan Pasal 7 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan bahwa wartawan berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pers:
"Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pers:
"Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan kerja jurnalistik, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta."
Unsur Pidana: Pencemaran Nama Baik dan Penyebaran Hoaks
Tindakan oknum kepala desa juga dinilai melanggar ketentuan hukum pidana, khususnya:
Pasal 310 KUHP:
"Barang siapa menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, dihukum karena pencemaran."
Pasal 311 KUHP:
Jika tuduhan tersebut dilakukan secara terbuka, maka pelaku dapat dikenai hukuman penjara hingga 4 tahun.
UU ITE No. 19 Tahun 2016 Pasal 27 ayat (3):
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik."
Ancaman pidana: penjara 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp750 juta.
Sebagai pejabat publik yang memegang kendali atas dana negara dan pelayanan masyarakat, tindakan Andi Akbar dianggap sebagai pelanggaran etik berat dan penyalahgunaan kewenangan. Penggunaan berita bohong untuk menjatuhkan nama orang lain, terutama seorang wartawan, dinilai sebagai bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers dan demokrasi.
Pihak korban melalui Kuasa Wilayah (Kaperwil) Sulsel menyatakan keberatan resmi, dan menegaskan bahwa nama baiknya telah dicemarkan secara terbuka oleh seorang pejabat yang seharusnya memberikan contoh keterbukaan, bukan malah melakukan pembusukan karakter.
Sejumlah lembaga dan elemen masyarakat sipil mendorong agar:
Laporan resmi pencemaran nama baik dilayangkan ke Polres Bone atau Polda Sulsel.
Dewan Pers menindaklanjuti potensi pelanggaran terhadap UU Pers dan pelanggaran etika komunikasi pejabat terhadap wartawan.
Aparat penegak hukum menindak segala bentuk intimidasi terhadap profesi jurnalis sebagai bagian dari pilar keempat demokrasi.
Kasus ini bukan sekadar urusan pribadi, melainkan contoh buruk pejabat publik yang diduga kuat menyalahgunakan media untuk membungkam kritik dan klarifikasi. Publik menunggu, apakah supremasi hukum ditegakkan atau justru kembali tunduk pada praktik pembusukan moral yang membahayakan integritas demokrasi lokal.
(Redaksi) — Sulsel
KALI DIBACA



No comments:
Post a Comment