
Bone, Sulawesi Selatan — Aroma penyimpangan pengelolaan Dana Desa Wollangi, Kecamatan Barebbo, Kabupaten Bone, semakin menyengat. Alih-alih transparan, Kepala Desa Wollangi, Gusnaeni, S.Pd, justru menunjukkan sikap arogan dan terkesan menutupi informasi publik.
Tim investigasi media yang datang secara resmi dan sopan ke kantor Desa Wollangi pada Jumat (17/10/2025) dengan tujuan konfirmasi, malah dihadapkan pada perilaku tidak bersahabat. Alih-alih menerima klarifikasi, jurnalis justru dihalang-halangi, bahkan mendapat perlakuan yang bisa dikategorikan intimidatif.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh tim media, selama dua tahun terakhir, Dana Desa Wollangi menelan angka fantastis:
Tahun Anggaran 2023
Rehabilitasi prasarana jalan dan drainase: Rp135 juta
Peningkatan jembatan milik desa: Rp102,7 juta
Jalan usaha tani: Rp154,8 juta
Jaringan komunikasi desa: Rp21 juta
Pembentukan awal BUMDes: Rp50 juta
Tahun Anggaran 2024
Pengerasan jalan usaha tani: Rp156,9 juta
Energi alternatif tingkat desa: Rp150 juta
Jaringan komunikasi lokal desa: Rp18 juta
Namun, hasil penelusuran di lapangan berbanding terbalik. Proyek-proyek yang tercantum dalam laporan tak terlihat hasilnya. Jalan masih berlubang, jembatan tak terurus, dan infrastruktur desa tetap memprihatinkan. Sementara uang rakyat miliaran rupiah seolah menguap tanpa jejak yang jelas.

Kaur Keuangan Desa, Supriadi, saat dikonfirmasi, mengakui ada kegiatan yang tidak ada atau tidak sesuai lokasi laporan.
“Poin satu mungkin bukan pembangunan tapi irigasi. Poin empat saya tidak tahu, mungkin sekretaris yang tahu,” ujarnya terbata.
Namun ketika tim media meminta nomor kontak Kepala Desa untuk klarifikasi resmi, Supriadi enggan memberikannya. Sikap tertutup seperti ini menimbulkan tanda tanya besar,apa yang disembunyikan dari publik?
Beberapa saat kemudian, Kepala Desa Gusnaeni S.Pd keluar menemui awak media. Namun bukannya memberikan penjelasan profesional, ia malah memaki jurnalis dengan nada tinggi.
“Apanya yang dipermasalahkan? Tahun 2023–2024 itu sudah lama! Kami sudah diperiksa Inspektorat, BPK, dan kejaksaan!” bentaknya.
Anehnya, saat diminta menunjukkan bukti pemeriksaan atau laporan pertanggungjawaban (LPJ), ia justru diam dan menolak. Tak ada dokumen, tak ada data. Hanya ucapan defensif yang justru memperkuat dugaan ada penyelewengan dana publik.
Indikasi Pelanggaran Berat UU Desa dan UU Tipikor
Sikap tertutup dan penggunaan Dana Desa yang tidak jelas arah penggunaannya patut diduga melanggar hukum. Mengacu pada:
Pasal 26 ayat (4) UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Kepala Desa wajib melaksanakan pemerintahan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Pasal 3 dan 8 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, mengatur bahwa penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara merupakan tindak pidana korupsi.
Jika dana yang dialokasikan tidak direalisasikan sebagaimana mestinya, maka kerugian keuangan negara nyata terjadi. Dan jika benar dana tersebut “dilaporkan ada” namun “tak ditemukan di lapangan”, maka indikasinya bukan sekadar pelanggaran administrasi melainkan korupsi terstruktur.
Tindakan Kepala Desa Wollangi yang memaki dan menolak memberikan informasi publik juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 18 ayat (1) disebutkan jelas:
“Setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas wartawan dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi dapat dipidana paling lama dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta.”
Artinya, perbuatan arogan yang ditunjukkan Kepala Desa bukan sekadar etika buruk — namun bisa berimplikasi hukum pidana.
Ketua Tim Investigasi Khusus Lembaga Aspirasi Nusantara Sulsel menyatakan pihaknya akan melaporkan dugaan penyimpangan ini ke aparat penegak hukum.
“Kami menduga kuat ada penyalahgunaan Dana Desa Wollangi. Nilainya signifikan dan harus diaudit secara terbuka. Tidak boleh ada kepala desa yang merasa kebal hukum,” tegasnya.
Lembaga tersebut juga menyerukan agar Inspektorat, Kejaksaan, dan KPK segera turun tangan. Transparansi keuangan desa adalah hak publik, dan setiap bentuk penyalahgunaan harus dibongkar sampai ke akar.
Warga Desa Wollangi kini mulai bersuara. Mereka menilai bahwa pemerintah desa tidak layak lagi dipercaya jika terus bersembunyi di balik alasan “sudah diperiksa”. Rakyat ingin bukti nyata bukan kata-kata manis dan laporan kosong.
“Kalau memang semua sudah diperiksa, mana hasilnya? Jalan tetap rusak, jembatan tak kunjung diperbaiki. Lalu ke mana uangnya?” ungkap salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Wollangi belum memberikan klarifikasi resmi secara tertulis. Sementara itu, tim media akan terus menelusuri bukti-bukti lapangan dan membuka fakta baru terkait dugaan penyimpangan Dana Desa Tahun Anggaran 2023–2024.
Publik mendesak aparat penegak hukum tidak tinggal diam. Dana Desa adalah uang rakyat bukan hak pribadi. Setiap rupiah harus dipertanggungjawabkan, dan setiap pelanggaran harus dibayar dengan hukum.
HMS
KALI DIBACA



No comments:
Post a Comment